Selasa, 26 Januari 2016

Gaya Hidup Masyarakat Kota

"Tiap kota disetiap negara memiliki gaya hidup yang unik" via wallconvert.com

Fenomena sosial yang terjadi disekeliling kita memang tidak akan pernah habis untuk dikaji, salah satunya adalah gaya hidup masyarakat kota. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa kota dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Salah satunya adalah Kota Surabaya. Surabaya menjadi ibukota provinsi Jawa Timur dengan jumlah penduduk sekitar 2.806.306 jiwa yang menjadikan kota Surabaya sebagai kota dengan jumlah penduduk kedua terbesar di Indonesia setelah DKI Jakarta dengan jumlah penduduk 9.992.842 jiwa
(kemendagri.go.id).

Jika dilihat lebih luas memang 54% penduduk indonesia tinggal diperkotaan. Ini dikarenakan arus Urbanisasi yang tak tertahankan serta perubahan desa menjadi kota (nasional.kompas.com). Urbanisasi memang menjadi masalah yang klasik sejak pemerintahan orde baru. Akan tetapi, sampai sekarang pun solusi yang banyak diberikan oleh kaum terpelajar indonesia belum dieksekusi secara maksimal oleh pemerintah Indonesia sendiri. Entah pertimbangan apalagi yang diperhitungkan pemerintah untuk pemerataan fasilitas umum yang kita ketahui sendiri sangatlah jauh perbedaan antara di kota dan didesa.

Dikota sendiri sudah penuh sesak dengan masyarakat dari berbagai daerah yang bertumpah ruah memenuhi ruang kota untuk mencari penghidupan yang layak di kota. Urbanisasi ini pun sepaket dengan kebudayaan daerah masyarakat pedesaan yang ikut dibawa ke kota. Sehingga kerap kali terjadi benturan budaya yang akhirnya menimbulkan budaya urban yang sangat menarik untuk dikaji.

Selain urbanisasi, kepadatan penduduk dikota juga tak lepas dari Pelajar yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi dikota. Bahkan Mahasiswa rantau dari luar kota pun yang menyumbang kepadatan dikota yng cukup signifikan. Setiap tahun angka pertambahan penduduk dikota semakin bertambah oleh pelajar-pelajar ini. Meski para pelajar ini hanya sementara di kota akan tetapi tak sedikit juga yang memilih menetap di kota tersebut dan mencari pekerjaan disana.

Dari komposisi inilah masyarakat kota membentuk sebuah sistem gaya hidup yang mau tidak mau diikuti oleh mayoritas penduduk kota dengan tidak memandang apakah masyarakat tersebut asli orang kota maupun masyarakat dari luar daerah.

Berbeda dengan kehidupan di desa, kehidupan di kota lebih kompetitif dalam hal gaya hidup. Persaingan masyrakat kota lebih terasa jika dibandingkan masyarakat desa yang lebih mengutamakan toleransi dan lebih cepat puas diri tanpa ada hasrat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Dengan gerak yang super cepat, kehidupan kota memaksa kita orang-orang yang tinggal di kota untuk ikut latut dalam kecepatan perubahnnya. Ditambah lagi dengan arus kecepatan informasi dan komunikasi membuat masyarakat kota selalu membanding-bandingkan kualitas gaya hidup mereka dengan negara-negara diluar negeri.

Karena kebudayaan yang super cepat di kota membuat waktu terasa lebih cepat. Kaum pekerja, wiaswasta hingga mahasiswa pun terasa lebih cepat menghabiskan waktu di pagi hari dengan rutinitasnya masing masing. Belum lagi keadaan kota yang sesak membuat kita semakin penat dan macet adalah hal yang harus diakrabi oleh masyarakta kota. Sehingga Hiburan Malam adalah sebuah jawaban dan pelarian bagi masyarakat kota yang stres dengan rutinitasnya.

Adanya pengaruh dari globalisasi dimana kita bebas mengakses informasi apapun dari berbagai belahan dunia. Westernisasi pun menjamur diperkotaan. Seakan-akan kehidupan Barat menjadi kiblat gaya hidup yang modern. Hal ini pun dimanfaatkan oleh pemodal untuk berlomba-lomba mendirikan tempat-tempat hiburan malam seperti yang ada di kebudayaan barat. Masyarakat kota pun dengan pasif menerima kebudayaan asing yang langsing masuk di kehidupan mereka.

Budaya massa yang terjadi diperkotaan adalah akibat dari massifikasi. Ini dikarenakan Komersialisasi dan Industrialisasi sudah mulai menjajah ranah Budaya. Belum lagi ancaman budaya asing yang lambat laun mulai menggerogoti setiap sendi dari kebudayaan asli kita. Belum lagi kita dikejar waktu, Masyarakat Ekonomi Asia tinggal menunggu hari. Fokus kita akan terganggu dengan kegiatan kegiatan internasional ini. Orang-orang asing dari luar negeri akan lebih leluasa dalam menanamkan modal meraka di Indonesia termasuk kota-kota besar yang menjadi sentral ekonomi maupun budaya.

Keadaan inilah yang memaksa orang-orang kota entah dari lapisan menengah-keatas maupun menengah-kebawah untuk mengikuti gaya hidup perkotaan yang sebenarnya berkiblat ke dunia Barat. Akhirnya timbul perilaku budaya konsumtif.

Jika kita ambil contoh kota Surabaya, dengan ragam heterogenitas penduduknya memiliki banyak sekali pusat-pusat perbelanjaan. Di surabaya masih banyak ditemui pasar tradisional, ada juga pasar tradisional yang sudah disulap menjadi agak modern, ada juga pusat perbelanjaan yang super mewah seperti mall-mall bertingkat.

Hadirnya pusat-pusat perbelanjaan ini tak lepas dari aktifitas masyarajat kota yang haus akan hiburan yang akhirnya bisa dimanfaatkan oleh para pemodal untuk mengahbiskan uangnya untuk kebutuhan-kebutuhan yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan dan hanya sekedar hiburan dan sementara. Perilaku konsumtif inilah akhirnya yang menjadi sebuah kebudayaan masal yang menjadi tuntutan bagi setiap penduduk kota tak terkecuali.

Mulai dari mode berpakaian sampai kendaraan pribadi, orang-orang berlomba-lomba untuk bisa memiliki barang-barang terbaru dari setiap produk maupun brand ternama.masyarakay menengah kebawah pun sdah mulai meninggalkan toko-toko pakaian dan sudah mulai berbelanja di mall-mall, terebih lagi bagi sebagian masyarakat yang lebih sedikit canggih dengan teknologi yang dimilikinya sudah mulai menggunakan online shop. Tinggal memilih barang yang diinginkan, mentransfer sejumlah uang dan barang akan sampai kerumah pemesan. Memang sangat mudah dan cepat sekaligus berbau modern.


Jadi bisa disimpulkan bawa setiap kebudayaan memang tidak ada yang salah, akan tetapi pengaruh dari sebuah kebudayaanlah yang harus selalu kita carikan solusi. Begitujuga dengan masalah arus urbanisasi yang setiap tahun semakin memenuhi ruang-ruang kota. Upaya pemerintah seharusnya mulai dengan pemerataan fasilitas di ruang-ruang desa agar pembangunan antara desa dengan kota sama rata. Selain pemerintah kita juga perlu usaha bersama dalam penguatan jati diri dan identitas bangsa agar dalam menghadapi gempuran globalisasi kita cukup kuat untuk berdiri, meski sedik banyak kita mengikuti suatu tren masyarakat. 
(Surabaya, 4 Januari 2016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar