"Tiap kota disetiap negara memiliki gaya hidup yang unik" via wallconvert.com |
Fenomena sosial yang terjadi disekeliling kita
memang tidak akan pernah habis untuk dikaji, salah satunya adalah gaya hidup
masyarakat kota. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa kota dengan jumlah
penduduk yang cukup padat. Salah satunya adalah Kota Surabaya. Surabaya menjadi
ibukota provinsi Jawa Timur dengan jumlah penduduk sekitar 2.806.306 jiwa yang
menjadikan kota Surabaya sebagai kota dengan jumlah penduduk kedua terbesar di
Indonesia setelah DKI Jakarta dengan jumlah penduduk 9.992.842 jiwa
(kemendagri.go.id).
(kemendagri.go.id).
Jika dilihat lebih luas memang 54% penduduk
indonesia tinggal diperkotaan. Ini dikarenakan arus Urbanisasi yang tak
tertahankan serta perubahan desa menjadi kota (nasional.kompas.com). Urbanisasi
memang menjadi masalah yang klasik sejak pemerintahan orde baru. Akan tetapi,
sampai sekarang pun solusi yang banyak diberikan oleh kaum terpelajar indonesia
belum dieksekusi secara maksimal oleh pemerintah Indonesia sendiri. Entah pertimbangan
apalagi yang diperhitungkan pemerintah untuk pemerataan fasilitas umum yang
kita ketahui sendiri sangatlah jauh perbedaan antara di kota dan didesa.
Dikota sendiri sudah penuh sesak dengan masyarakat
dari berbagai daerah yang bertumpah ruah memenuhi ruang kota untuk mencari
penghidupan yang layak di kota. Urbanisasi ini pun sepaket dengan kebudayaan
daerah masyarakat pedesaan yang ikut dibawa ke kota. Sehingga kerap kali
terjadi benturan budaya yang akhirnya menimbulkan budaya urban yang sangat
menarik untuk dikaji.
Selain urbanisasi, kepadatan penduduk dikota juga
tak lepas dari Pelajar yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi dikota. Bahkan
Mahasiswa rantau dari luar kota pun yang menyumbang kepadatan dikota yng cukup
signifikan. Setiap tahun angka pertambahan penduduk dikota semakin bertambah
oleh pelajar-pelajar ini. Meski para pelajar ini hanya sementara di kota akan
tetapi tak sedikit juga yang memilih menetap di kota tersebut dan mencari
pekerjaan disana.
Dari komposisi inilah masyarakat kota membentuk
sebuah sistem gaya hidup yang mau tidak mau diikuti oleh mayoritas penduduk
kota dengan tidak memandang apakah masyarakat tersebut asli orang kota maupun
masyarakat dari luar daerah.
Berbeda dengan kehidupan di desa, kehidupan di kota
lebih kompetitif dalam hal gaya hidup. Persaingan masyrakat kota lebih terasa
jika dibandingkan masyarakat desa yang lebih mengutamakan toleransi dan lebih
cepat puas diri tanpa ada hasrat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Dengan gerak yang super cepat, kehidupan kota memaksa kita orang-orang yang
tinggal di kota untuk ikut latut dalam kecepatan perubahnnya. Ditambah lagi
dengan arus kecepatan informasi dan komunikasi membuat masyarakat kota selalu
membanding-bandingkan kualitas gaya hidup mereka dengan negara-negara diluar
negeri.
Karena kebudayaan yang super cepat di kota membuat
waktu terasa lebih cepat. Kaum pekerja, wiaswasta hingga mahasiswa pun terasa
lebih cepat menghabiskan waktu di pagi hari dengan rutinitasnya masing masing.
Belum lagi keadaan kota yang sesak membuat kita semakin penat dan macet adalah
hal yang harus diakrabi oleh masyarakta kota. Sehingga Hiburan Malam adalah
sebuah jawaban dan pelarian bagi masyarakat kota yang stres dengan
rutinitasnya.
Adanya pengaruh dari globalisasi dimana kita bebas
mengakses informasi apapun dari berbagai belahan dunia. Westernisasi pun menjamur diperkotaan. Seakan-akan kehidupan Barat
menjadi kiblat gaya hidup yang modern. Hal ini pun dimanfaatkan oleh pemodal
untuk berlomba-lomba mendirikan tempat-tempat hiburan malam seperti yang ada di
kebudayaan barat. Masyarakat kota pun dengan pasif menerima kebudayaan asing
yang langsing masuk di kehidupan mereka.
Budaya massa yang terjadi diperkotaan adalah akibat
dari massifikasi. Ini dikarenakan Komersialisasi dan Industrialisasi sudah
mulai menjajah ranah Budaya. Belum lagi ancaman budaya asing yang lambat
laun mulai menggerogoti setiap sendi dari kebudayaan asli kita. Belum lagi kita
dikejar waktu, Masyarakat Ekonomi Asia tinggal menunggu hari. Fokus kita akan
terganggu dengan kegiatan kegiatan internasional ini. Orang-orang asing dari
luar negeri akan lebih leluasa dalam menanamkan modal meraka di Indonesia
termasuk kota-kota besar yang menjadi sentral ekonomi maupun budaya.
Keadaan inilah yang memaksa orang-orang kota entah
dari lapisan menengah-keatas maupun menengah-kebawah untuk mengikuti gaya hidup
perkotaan yang sebenarnya berkiblat ke dunia Barat. Akhirnya timbul perilaku
budaya konsumtif.
Jika kita ambil contoh kota Surabaya, dengan ragam
heterogenitas penduduknya memiliki banyak sekali pusat-pusat perbelanjaan. Di
surabaya masih banyak ditemui pasar tradisional, ada juga pasar tradisional
yang sudah disulap menjadi agak modern, ada juga pusat perbelanjaan yang super
mewah seperti mall-mall bertingkat.
Hadirnya pusat-pusat perbelanjaan ini tak lepas dari
aktifitas masyarajat kota yang haus akan hiburan yang akhirnya bisa
dimanfaatkan oleh para pemodal untuk mengahbiskan uangnya untuk
kebutuhan-kebutuhan yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan dan hanya sekedar
hiburan dan sementara. Perilaku konsumtif inilah akhirnya yang menjadi sebuah
kebudayaan masal yang menjadi tuntutan bagi setiap penduduk kota tak
terkecuali.
Mulai dari mode berpakaian sampai kendaraan pribadi,
orang-orang berlomba-lomba untuk bisa memiliki barang-barang terbaru dari
setiap produk maupun brand ternama.masyarakay menengah kebawah pun sdah mulai
meninggalkan toko-toko pakaian dan sudah mulai berbelanja di mall-mall, terebih
lagi bagi sebagian masyarakat yang lebih sedikit canggih dengan teknologi yang
dimilikinya sudah mulai menggunakan online shop. Tinggal memilih barang yang
diinginkan, mentransfer sejumlah uang dan barang akan sampai kerumah pemesan.
Memang sangat mudah dan cepat sekaligus berbau modern.
Jadi bisa disimpulkan bawa setiap kebudayaan memang
tidak ada yang salah, akan tetapi pengaruh dari sebuah kebudayaanlah yang harus
selalu kita carikan solusi. Begitujuga dengan masalah arus urbanisasi yang
setiap tahun semakin memenuhi ruang-ruang kota. Upaya pemerintah seharusnya
mulai dengan pemerataan fasilitas di ruang-ruang desa agar pembangunan antara
desa dengan kota sama rata. Selain pemerintah kita juga perlu usaha bersama
dalam penguatan jati diri dan identitas bangsa agar dalam menghadapi gempuran
globalisasi kita cukup kuat untuk berdiri, meski sedik banyak kita mengikuti
suatu tren masyarakat.
(Surabaya, 4 Januari 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar