"Ada yang bilang Kesempatan Emas tidak datang dua kali" |
Sebagaimana
kita ketahui bersama bahwasanya generasi muda adalah generasi yang sangat ‘diwanti-wanti’ bisa memberikan angin
segar dan harapan yang besar terhadap perkembangan sebuah bangsa. Tak heran
banyak sekali usaha dari berbagai pemerintahan diberbagai belahan dunia membuat
sistem kaderisasi bagi para generasi mudanya agar negara tersebut bisa tetap
bersaing dalam kancah nasional maupun internasional.
Berbagai cara dilakukan agar setiap generasi muda yang menjadi generasi penerus mampu dan siap dalam menjalankan roda kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam bidang pendidikan misalnya, banyak negara-negara bersaing untuk bisa menemukan sistem pendidikan yang tepat dengan kondisi dan karakteristik bagi generasi muda. Akan tetapi juga tak sedikit negara yang gagal dalam menjalankan sitem pendidikan yang pas bagi angkatan muda di negaranya.
Berbagai cara dilakukan agar setiap generasi muda yang menjadi generasi penerus mampu dan siap dalam menjalankan roda kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam bidang pendidikan misalnya, banyak negara-negara bersaing untuk bisa menemukan sistem pendidikan yang tepat dengan kondisi dan karakteristik bagi generasi muda. Akan tetapi juga tak sedikit negara yang gagal dalam menjalankan sitem pendidikan yang pas bagi angkatan muda di negaranya.
Melihat
negara Indonesia sendiri, dengan kemajuan berbagai teknologi informasi dan
komunikasi yang masuk, Indonesia dijadikan pasar bagi bangsa-bangsa asing yang
telah jauh lebih maju dari Indonesia. Akhirnya bukan hal yang aneh kalau
orang-orang Indonesia dibentuk menjadi Masyarakat konsumtif. Dalam masyarakat
konsumen, objek-objek konsumsi yang berupa komoditi tidak lagi sekedar memiliki
manfaat (nilai guna) dan harga (nilai tukar). Namun lebih dari itu, komoditi
kini menandakan status, prestise dan kehormatan (nilai tanda dan nilai simbol).[1]
Kapitalisme
saat ini memang telah memasuki tahap lanjut (spȁtkapitalismus) yang telah menjamur luas di masyarakat Indonesia.
Ketidakmandirian dan ketergantungan ini akan semakin memperburuk keadaan
Indonesia sendiri, jadi memang diperlukan sebuah momentum besar yang harus
dimanfaatkan bersama-sama oleh kaum intelektual dan generasi muda Indonesia.
Momentum tersebut adalah Bonus Demografi Indonesia nanti pada tahun 2025-2030.
Dalam
masyarakat Primitif loncatan umur dinyatakan dengan upacara inisiasi.
Masyarakat tradisional juga mengenal kelompok umur yang dibedakan dalam
berbagai fungsi[2].
Umur memang salah satu elemen dari kekuatan-kekuatan yang bisa menggerakkan
sejarah. Dalam menanti Golden Era Indonesia, perlu dipersiapkan semangat
bersama bagi kaum intelektual muda untuk mempersiapkan gaya kepemimpinan yang
ideal yang nantinya bisa menggerakkan arah tujuan bangsa Indonesia kearah yang
lebih baik. Jika kita mau menengok kebelakang, sebenarnya Penggerak sejarah
indonesia banyak dilakukan oleh golongan intelektual dan angkatan muda.
Golongan juga menjadislah satu elemen yang bisa menggerakkan sejarah[3],
Budi Utomo misalnya, organisasi intelektual kepemudaan yang menjadi prototype dari pergerakan nasional
menuju Indonesia merdeka.
Semangat
kepemudaan dan intelektual yang pernah kita alami dalam sejarah perjalanan
bangsa inilah yang harus ditanamkan dalam setiap benak kaum intektual muda.
Semangat inilah yang nantinya bisa digunakan kaum intelektual dan angkartan
muda dalam menggerakkan sejarah Indonesia di masa mendatang, apalagi ditambah
momentum besar bonus demografi. Sebuah kesempatan besar harus
dimanfaatkansecara maksimal oleh penggerak-penggerak sejarah dalam konteks ini
adalah kaum intelektual dan generasi muda. Jangan sampai kesempatan besar ini
disia-siakan oleh generasi intelektual muda Indonesia dalam membalik arus
sejarah yang sebelumnya tidak memihak kepada kita menjadi sejarah yang berpihak
kepada Indonesia.
Bidang
pendidikan memang yang paling mudah untuk dibidik dalam mengembangkan generasi
muda indonesia. Pengetahuan-pengetahuan tentang sejarah bangsa harus ditanamkan
kuat dalam benak setiap generasi muda. Entah itu sejarah yang cerah maupun
sejarah yang kelam, pemerintah harus mulai jujur dan membuka diri atas setiap
sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Sampai kapan kita masih berkutat dengan
memikirkan sistem pendidikan yang pas bagi bangsa Indonesia, 70 tahun Indonesia
merdeka, minimal pendidikan haruslah merata bagi setiap warga negara Indonesia
khususnya generasi muda. Tanpa dukungan penuh dari pemerintah usaha kita untuk memanfaatkan
secara penuh bonus demografi ini tak akan berarti apa-apa.
Selain
angan-angan dan tujuan mengenai bagaimana cara kita mempersiapkan dan menyambut
bonus demografi mendatang, harus ada langkah nyata dari pribadi masing-masing
dari kita yang merasa kaum intelektual maupun angkatan muda. Indonesia tidak
berjalan sendiri, tapi digerakkan oleh kita orang-orang yang secara materi
mampu maupun tidak mampu yang meiliki rasa kecintaan terhadap bangsa Indonesia.
Seperti pandangan Kuntowijoyo mengenai kekuatan-kekuatan sejarah, seorang
Individu juga bisa menjadi kekuatan penggerak sejarah. Meski setiap generasi
melahirkan pengkhianat, akan tetapi setiap generasi juga akan melahirkan
pemimpinnya sendiri. Dan tanpa pergerakan dari kita, seorang pemimpin tidak
akan lahir dengan sendirinya.
“Jangan
sekali-sekali melupakan sejarah”, sebuah pidato yang fenomenal dari Founding Father , Bung Karno, saat Hari
Ulang Tahun ke-21 Negara Republik Indonesia tahun 1966 memang tak ada habisnya
untuk dikaji dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia kedepannya. Entah apapun
yang akan terjadi pada sepuluh hingga limabelas tahun mendatang, adalah
akumulasi dari usaha kita kaum intelektual maupun generasi muda untuk membangun
sejarah indonesia dimasa depan. Bonus Deografi atau Golden Era pun hanya
momentum yang terlewat begitu saja seperti debu yang tertiup angin jika kita
hanya berdiam diri pasrah menanti keajaiban yang datang. Diperlukan usaha
besar-besaran dari seluruh kaum intektual muda agar Revolusi Sosial Indonesia
bisa berlangsung dengan baik.•
Tidak ada komentar:
Posting Komentar